Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan
selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan
menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah.
Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang
non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh orang Mameluk
di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan
mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.
Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang
menyatukan dunia Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasyiah
mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said
bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah yang mengaku
bahwa anak perempuannya adalah keturunan Nabi Muhammad, mengklaim
dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda
di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko,
Aljazair, Tunisua dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah
kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani
Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka
kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani
Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171.
Sedangkan Bani Ummayah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim
di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun
929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031. Kekhalifahan
Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Bagdad
(sekarang ibu kota Irak) sejak tahun 750. Kekhalifahan ini berkembang
pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan
menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Kekhalifahan ini meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara Turki
yang mereka bentuk. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan
serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan
Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di
perpustakaan Bagdad.
Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin
Abdul-Muththalib (566-652) yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad
s.a.w., oleh karena itu mereka termasuk ke dalam Bani Hasyim. Sedangkan
Bani Umayyah yang merupakan salah satu kabilah dalam Quraisy, bukan
termasuk yang seketurunan dengan Nabi.
Muhammad bin Ali, cicit Saidina Abbas menjalankan kampanye untuk
mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di
Parsia pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa
pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan
akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah menang melawan pasukan
Bani Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan
penggunaan tentara-tentara budak yang disebut Mamaluk pada abad 9.
Dibuat oleh Al-Ma’mun tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa
Turki tetapi juga banyak diisi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan
Slav dari Eropa Timur. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang
digunakan adalah tentara bayaran dari Turki.
Bagaimanapun tentara Mamaluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan
Abbasiyah. karena berbagai kondisi yang ada di umat muslim saat itu
pada akhirnya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tantara
Mamaluk ini berhasil berkuasa dan mendirikan kesultanan di Mesir, dengan
menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan.
Ilmu Pengetahuan
Pada masa kekhalifahan ini dunia Islam mengalami peningkatan
besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada
masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan,
sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.
Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak diantara mereka bukan
Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting
dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan
Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam kepada masyarakat Kristen Eropa.
Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat Yunani yaitu
Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan
penemuan ilmu geografi, matematik, dan astronomi seperti Euclid dan
Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh
beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya.
Zaman ini juga menyaksikan lahir ilmuwan Islam terkenal seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, al-Farabi dan sebagainya.
Penyebab runtuhnya IPTEK masa kejayaan Islam
keruntuhan khilafah dan kemunduran umat Islam itu banyak disebabkan oleh
persoalan internal umat Islam sendiri, seperti kecenderungan penguasa
korup yang lebih mementingkan uang dan kekuasaan, serta perpecahan di
kalangan umat Islam.
Berbicara masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, jika dibandingkan
dengan masyarakat Barat, umat Islam jauh tertinggal. Umat Islam
senantiasa berteman akrab dengan kebodohan, bahkan sumber daya alam yang
melimpah ruah di negara-negara berpenduduk muslim mayoritas tidak bisa
membuat rakyatnya makmur. Penyebabnya, ketidakmampuan mengelola sumber
daya alam yang dimiliki. Jika kita membandingkan realitas umat Islam
saat ini dengan realitas umat Islam di masa Khilafah Abbasiyah, terlihat
perbedaan yang mencolok…
Di zaman Abbasiyah umat Islam mampu menjadi sumber ilmu pengetahuan yang
dipegang Barat saat ini. Sedangkan umat Islam saat ini hanya menjadi
konsumen dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan
masyarakat Barat. Melihat keterpurukan umat saat ini dan kemajuan umat
Islam masa lampau muncul ide membangun kembali “runtuhnya� peradaban
Islam yang dikemas dalam bentuk jihad membangun peradaban. Apa yang
dimaksud dengan jihad membangun peradaban? Untuk mengupas masalah ini
Center for Moderate Muslim (CMM) bekerjasama dengan Radio Republik
Indonesia (RRI) menggelar dialog interaktif dengan narasumber M. Hilaly
Basya, Direktur Eksekutif Center for Moderate Muslim (CMM) pada tanggal
19 Juni 2006. Berikut petikannya:
Topik kita kali ini adalah “jihad membangun peradaban�. Mungkin kita
sudah pahami makna jihad karena sering kita dengar dan perbincangkan.
Bisakah Anda jelaskan yang dimaksud dengan peradaban? Kalau kita sudah
paham tentang pengertian jihad, maka kita harus pahami juga makna
peradaban yang menjadi topik perbincangan kita kali ini. Makna peradaban
bisa kita pahami dari gambaran peradaban-peradaban yang sudah ada dalam
sejarah. Misalnya peradaban Islam dan Barat. Peradaban biasanya selalu
dikaitkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi, jihad
membangun peradaban berarti upaya bersungguh-sungguh membangun kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesungguhnya makna peradaban lebih luas
lagi dari apa yang tadi saya katakan. Seperti persoalan kemanusiaan,
kebudayaan, moralitas, dan seterusnya.
Apakah peradaban didefinisikan hanya dikaitkan dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi? Dalam batas-batas tertentu peradaban selalu dikaitkan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Anda, ilmu
pengetahuan dan teknologi akan memengaruhi aspek-aspek lain dari
peradaban? Benar sekali.
Apa signifikansi jihad membangun peradaban ini? Peradaban Barat yang
maju saat ini memberikan kontribusi besar bagi kehidupan manusia secara
umum. Artinya, seluruh kehidupan manusia tertolong, katakanlah
mendapatkan kemudahan akibat peradaban Barat yang maju. Pentingnya
membangun peradaban dalam rangka memudahkan kehidupan manusia itu
sendiri. Misalnya dalam transportasi. Transportasi saat ini lebih mudah
dan lebih cepat dibandingkan dengan zaman dulu.
Adakah agenda atau langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam
rangka membangun peradaban? Sebelum membahas masalah ini, kita perlu
mendapat gambaran bagaimana umat Islam dahulu membangun peradaban dan
bagaimana pula masyarakat sekarang membangun peradaban. Setelah membahas
masalah ini, saya kira kita akan mempunyai gambaran bagaimana
seharusnya kita membangun atau membuat langkah-langkah dalam rangka
membangun peradaban. Kita melihat bahwa saat ini peradaban Islam
tertinggal dari peradaban Barat. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal
ini? Tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di Barat dilakukan dalam
rentang waktu yang cukup lama. Kalau dihitung dari sekarang, sekitar 300
atau 400 tahun yang lalu Barat mengembangkan teknologi secara tekun.
Dari sini kita pahami bahwa kemajuan Barat yang merupakan proses panjang
dari ketekunan dan keuletan masyarakat Barat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kalau dibandingkan dengan masyarakat atau
bangsa-bangsa Islam, kita melihat bahwa tradisi pengembangan ilmu
pengetahuan sebenarnya telah ada saat Islam baru tumbuh. Sayangnya
tradisi pengembangan ilmu pengetahuan ini terputus di tengah-tengah dan
barangkali sekarang baru beranjak untuk bangkit kembali.
Jadi, karena tradisi pengembangan ilmu pengetahuan terputus, maka umat
Islam saat ini tertinggal? Benar sekali. Banyak faktor yang menyebabkan
keterputusan tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam,
seperti perpecahan internal dan adanya orientasi yang berbeda di
kalangan pemimpin Islam. Akibat keterputusan ini, kita tertinggal dari
masyarakat Barat dan kita membutuhkan sekitar 100 tahun untuk berpikir
kembali membangun ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam. Apakah ide
“jihad membangun peradaban� ini merupakan terobosan baru atau
merupakan penyegaran dari ide yang telah ada sebelumnya? Saya kira jihad
membangun peradaban ini merupakan penyegaran. Artinya, konsep ini
sebenarnya sudah ada dalam ajaran Islam, tetapi karena umat Islam
dipengaruhi oleh budaya dan lingkungannya, maka konsep membangun
peradaban ini menjadi layu di tengah perjalanan umat Islam dan karena
itu perlu kita segarkan kembali.
Ketertinggalan umat Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi bisa kita
analogikan dengan kebodohan. Sedangkan kebodohan erat kaitannya dengan
kemiskinan, dan dua variable ini, kemiskinan dan kebodohan, saling
memengaruhi. Bagaimana Anda melihat kaitan kemiskinan dan kebodohan?
Kebodohan atau ketertinggalan umat Islam dalam ilmu pengetahuan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan umat Islam sendiri mengembangkan
ekonominya. Bisa kita lihat dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat Islam. Indonesia pertumbuhan ekonominya sangat jauh sekali
dari kemakmuran karena ketidakmampuan ilmu pengetahuan. Sedangkan
masyarakat yang menguasai ilmu pengetahuan rata-rata lebih makmur
daripada mereka yang tidak menguasai ilmu pengetahuan. Semua ini terkait
dengan kemampuan untuk melakukan terobosan, inovasi dalam pengembangan
ekonomi sekaligus persaingan ekonomi.
Kita mengetahui keterkaitan antara kebodohan dengan kemiskinan bahwa
keduanya saling memengaruhi. Apakah masyarakat Barat saat mengembangkan
ilmu pengetahuan ekonomi mereka telah kuat? Kita harus berangkat dari
asumsi bahwa kemiskinan disebabkan kebodohan. Karena itu kalau orang mau
bangkit dari kemiskinan ia harus pintar terlebih dahulu. Dalam
ukuran-ukuran tertentu, masyarakat Barat saat mengembangkan ilmu
pengetahuan sebetulnya ekonomi mereka tidak begitu makmur. Walaupun kita
tahu masyarakat Barat sudah lama ekspansi perdagangan lewat
kolonialisme di Timur Tengah dan di Asia Tenggara. Seiring dengan
pengembangan ilmu pengetahuan terjadi peningkatan perdagangan sehingga
peningkatan ilmu pengetahuan diiringi dengan peningkatan perekonomian
masyarakat Barat. Kalau kita kembali ke masyarakat Islam, saya kira
negara-negara Islam sebenarnya kaya. Negara-negara Islam di Timur Tengah
kaya akan sumberdaya alam, begitu juga dengan Indonesia. Sebenarnya,
kita kaya atau tidak sumberdaya alam, kita harus mengembangkan ilmu
pengetahuan, apalagi kaya sumberdaya alam. Seharusnya kita mengembangkan
ilmu pengetahuan. Buktinya, meskipun kita kaya sumberdaya alam, tapi
toh kita tidak bisa mengolahnya. Semua itu menunjukkan bahwa kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting.
Kemunduran Peradaban Islam
Setelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu
mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita
dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kekuatan,
kemungkinan dan tantangan (SWOT). Kemunduran suatu peradaban tidak dapat
dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah
sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga
bersifat sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau
elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu
faktor dengan faktor lainnya – yang secara umum dibagi menjadi faktor
eksternal dan internal – berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan
dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu dan kemudian faktor
internalnya. Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam
secara eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus
menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus
bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb:
1. Faktor ekologis dan alami, yaitu kondisi tanah di mana negara-negara
Islam berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya
tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini
memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil,
Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini
menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi
pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah
Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain
mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi
paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka.
Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan
di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang rentan terhadap
serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang
terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur
dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.
2. Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan
peradaban Islam adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270,
dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. “Perang Salib�, menurut
Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama
imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi
dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.� Sedangkan
tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand,
Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun
1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan serangan ke
Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah
berakhir.
3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan
Barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai
petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur
yang melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis juga
mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Di saat
itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam sudah
memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka.
Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah menjelma
menjadi kekuatan baru dalam dunia perdagangan. Selain itu, ternyata
hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa telah meningkat dan
melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan Turkey
Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta, jika
ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah penduduk
Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi oleh
kualitas yang tinggi.
Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim
bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat
bangkit lagi. Peradaban Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara
perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat. Sesudah
kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara
Islam. Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881
masuk ke Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882.
Akibat dari jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia
Pertama, kebanyakan negara-negara Arab berada dibawah penjajahan Inggris
dan Perancis, demikian pula kebanyakan negara-negara Islam di Asia dan
Afrika. Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negara-negara Islam
merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme masih terus
bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu
berhasil mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras dan bangsa dapat
dilemahkan. Yaitu dengan cara adu domba dan tehnik divide et impera
sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya
negara-negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.
Minggu, 02 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar