2.1 Arti Thariqah
Dari segi bahasa thariqah berasal dari bahasa arab
thariqah yang artinya jalan, keadaan, aliran dalam
garis sesuatu.[1]
Jamil Shaliba (dalam buku Abuddin Nata, Akhlak
Tasawuf, 2006, hlm.269) mengatakan secara harfiah thariqah berarti jalan
yang terang, lurus yang memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat. Di
kalangan Muhaddisin thariqah digambarkan dalam dua arti yang asasi. Pertama
menggambarkan sesuatu yang tidak dibatasi terlebih dahulu (lancar), dan kedua
didasarkan pada sistem yang jelas dibatasi sebelumnya. Selain itu thariqah juga
diartikan sekumpulan cara –cara yang bersifat renungan, dan usaha inderawi yang
mengantarkan pada hakikat, atau sesuatu data yang benar. Secara terminology,
pemaknaan thariqah agak sulit dirumuskan dengan pas, karena pengertian thariqah
ikut berkembang mengikuti perjalanan kesejarahan dan perluasan kawasan
penyebarannya. Dari berbagai sumber klasik maupun kotemporer, nampaknya thariqah
dapat dimaknai sebagai ”suatu sistem hidup bersama dan kebersamaan dalam
keberagaman sebagai upaya spiritualisasi pemahaman dan pengalaman ajaran Islam
menuju tercapainya ma’rifatullah.[2]
Harun Nasution mengatakan thariqah ialah
jalan yang harus ditempuh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin
dengan Tuhan. Hamka mengatakan bahwa thariqah adalah perjalanan hidup yang
harus ditempuh di antara mahkluk dan khaliq.[3]
Dalam ilmu tashawwuf juga dikatakan bahwa syari’at itu merupakan peraturan, thariqah
itu merupakan pelaksanaan sedangkan haqiqoh merupakan keadaan dan ma’rifat
merupakan tujuan yang terakhir. Tentang bagaimana melaksanakannya untuk
mencapai tujuan, kaum mutashwwifin antara satu dengan yang lain memiliki
perbedaan.
Salah satunya, thariqah adalah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu
ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa
oleh Rasulullah SAW, dan yang dicontohkan oleh beliau dan para sahabatnya serta
Tabi’in, Tabi’it Tabi’in dan terus bersambung hingga kepada para Guru-guru,
Ulama’, Kyai-kyai secara bersambung hingga sekarang ini (para Ulama’
Mutashawwifin).[4] Thariqah
adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh oleh para ahli tashawwuf atau kaum
mutashawwifin untuk mencapai tujuan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh
Zainuddin bin Ali dalam Kitab Nadhom “Hidayatul Dzzkiya ‘Ila Thoriqil Auliya” :
Artinya:
“Thoriqot adalah menjalankan amal
yang lebih berhati-hati dan tidak memiliki kemurahan (keringanan) syara’
seperti sifat wara’ seta ketepatan hati yang kuat seperti latihan- latihan
jiwa”).
Dengan memperhatikan berbagai pendapat
diatas, kiranya dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan thariqah adalah
jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang didalam nya berisi amalan
ibadah dan lainnya yang bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya
disertai penghayatan yang mendalam. Amalan dalam thariqah ini ditujukan untuk
memperoleh hubungan sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.[5]
2.2 Ajaran thariqah
Berikut ini ajaran
tharikhat yang berkembang di dunia antara lain yaitu:
a. Thariqah Naqsabandiyah dan Khalidiyah
Thariqah ini
mempunyai ciri antara lain:
·
Berpegang teguh kepada Akidah Ahlussunnah
·
Meninggallkan rukhsah
·
Memilih hukum-hukum yang azimah
·
Senantiasa dalam muqarabah
·
Tetap barhadapan denagn tuhan
·
Menghasilkan malakah hudhur (menghadirkan Tuhan dalam
hati)
·
Menyenfiori di tengan keramaian serta menghiasi diri
dengan hal-hal yang berfaedah
·
Mengambil faedah dari ilmu-ilmu agama
·
Berpakaian dengan pakaian mukmin biasa
·
Selalu mengatur nafas dengan menyebut asama Allah
·
Zikir tanpa suara
·
Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW
Beberapa hal yang dikerjakan para pengiku thariqah ini adalah:
1
Ketika akan berzikir, mereka terlebih dahulu menghadirkan
wajah sang guru (rabithah). Mereka mempunyai cara zikir tertentu yang khas.
2
Mengasingkan diri dengan bermal dan berzikir selama 40
hari, 20 hari, dan 10 hari. Hal ini disebut berkhalwat atau bersuluk. Sewaktu
bersuluk, seseorang dilarang memakan daging.
a.
Thariqah Tsamaniyah
Ciri thariqah ini zikirnya dengan suara keras dan
melengking, khususnya ketika mengucapkan lafadz lailaha illa Allah. Juga
terkenal dengan nama ratib saman yang hanya mempergunakan perkataan ‘hu’, uang
artinya Dia Allah. Syaikh Saman ini jugta mengajarkan agar memperbanyak shalat
dan zikir, kasih pada fakir miskin, jangan mencintai dunia, menukar akal
basyariyah dengan akal robaniyah, beriman hanya kepada Allah dengan tulus
ikhlas.
c.
Tahriqat Syadizilyah
1. Pokok-pokok ajarannya
antara lain:
2. Bertakwa kepada allah
di tempat yang sunyi dan ramai
3. Mengikuti sunnah
dalam segala perkataan dan perbuatan
4. Berpaling hati dari makhluk
waktu berhadapan dan waktu membelakangi
5. Kembali kepad allah
di waktu senang dan duka
d. Thariqah Rifa’iyah
Pengikut thariqah ini mempunyai 3 prinsip yaitu tidak memminya
sesuatu, tidak menolak sesuatu dan tidak mengganggu sesuatu.
e. Thariqah Khalwatiyah
Amalan thariqah
ini mampu mentransformasikan jiwa dari
tingkat yang rendah ke tingka yang lebih sempurna melalui tujuh tingkatan
nafsu, yaitu nafsu amarah, nafsu lawamah, nafsu mulhamah, nafsu muthmainnah,
nafsu radhiyah, dan nafsu kamilah.
2.3
Hubungan atau kedudukan thariqah didalam tasawuf
Thariqah
berakar dari pengalaman seorang sufi-ahli tasawuf- dalam mengajarkan ilmunya
kepada orang lain, pengajaran mana kemudian dikembangkan pengikutnya. Oleh
karena itu, dalam perkembangannya kemudian, thariqah terkait erat dengan nama
guru tasawuf itu. Dalam pengertian ini, maka penanaman satu thariqah diambil
dari nama pemimpin kelompok belajar itu. Berdasarkan pemaknaan thariqah tadi,
terlihat bahwa lembaga thariqah salah satu betuk kelanjutan usaha para sufi
terdahulu dalam menyebarluaskan tasawuf sesuai pemehamannya. Dalam ilmu
tasawuf, kata thariqah diartikan sebagai “cara sufi” mendekatkan diri kepada
Allah yang disebut thuruq as suffiyah.
Sedangkan dalam thariqah, kata ini dimaknai sebagai trade mark seorang sufi.[6]
Peralihan
tasawuf sebagai ilmu praktis dan bersifat perorangan ke thariqah sebagai
lembaga, terkait dengan perkembangan tasawuf dan perluasan tasawuf itu sendiri.
Dengan semakin banyak tersosialisasikannya tasawuf, maka semakin banyak pula
orang yang ingin belajar tasawuf. Para peminat tasawuf itu mendatangi orang
yang dinilai memiliki otoritas dalam tasawuf untuk menuntun mereka belajar dari
seorang guru yang menguasai sistem pembelajaran yang disusun berdasarkan
pengalaman dalam satu bidang ilmu terapan. Oleh karena itu bertemunya dua
kebutuhan itulah kemudian seorang guru tasawuf memformulasikan sistem
pembelajaran tasawuf yang memuat beberapa unsur dasar. Sistem pembelajaran itu
kemudian menjadi hak paten bagi satu thariqah dan sekaligus pembeda dari thariqah-thariqah
lainnya.
Guru
dalam thariqah yang sudah melembaga itu selanjutnya disebut Mursyid atau Syeikh
dan wakilnya disebut Khalifah. Adapun pengikutnya disebut Murid. Sedangkan
tempatnya disebut rithbah atau zawiyah atau taqiyah.[7]
Dan thariqah itu merupakan jalan yang harus dilalui untuk mendekatkan diri
kepada allah, maka orang yang menjalankan thariqah itu harus menjalankan
syari’at dan si murid harus memenuhi
unsur-unsur berikut:
a. Mempelajari ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan syariat agama.
b. Mengamati dan
berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak dan guru; dan melaksanakan
perinthnya dan menjahi larangannya.
c. Tidak mencari-cai
keinginan dalam beamal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki.
d. Berbuat dan mengisi
waktu seefisien mungkin dengan segala wirid dan doa guna pemantapan dan
kekhususan dalam mencapai maqomat yang lebih tinggi.
e. Mengekang hawa
nasfsu agar terhindar dar kesalahan yang dapat menodai amal.
Ciri-ciri
thariqah tersebut merupakan cirri pada umumnnya dianut setiap kelompok,
sedangkan dalam bentuk amal dan wiridnya berbeda-beda. Sebagai contoh dapat
dikemukakan masalah dzikrullah, dzikir mengingat Allah. Ada thoriqoh yang
memiliki dzikir-dzikir tertentu dengan caranya sendiri-sendiri. Missalnya ada
yang berdzikir dengan bersuara atau yang disebut dzikir lisan. Ada dzikir yang
diucapkan dalam hati yang dinamakan dzikrul qolbi dan ada juga dzikrullah yang
diucapkan secara rahasia yang dinamakan dzikir sir.
Pada
umumnya dzikir lisan itu berupa lafadz “laailaaha ilallah”, dzikir qolbi
berbunyi “Allah” dan dzikir sir berbunyi ”hu” yang artinya dia
yaitu Allah. Ada dzikir yang diucapkan secara bersama-sama, ratib, baik diiringi dengan tabuhan, duf, maupun diiringi dengan nyanyian,
tari-tarian, menurut irama dzikir, dengan tarikan nafas, langgam suara atau
gerak badan tertentu.
Dari
macam-macam pelaksanaanya baik dari tata cara berdzikir, bentuk wirid atau tata
cara lainnya, ada pula yang melalui tiga tingkatan yang sudah sangat terkenal
yaitu takhalli, tahalli dan tajalli.
a. Takhalli artinya membersihkan diri dari sifat-sifat tercela,
kekotoran hati dari maksiat lahir dan batin.
b. Tahalli artinya mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji,
menyinari hati dengan taat lahir dan taat batin.
c. Tajallli artinya merasakan persaan ketuhanan hingga mencapai
kenyataan tuhan. Inilah maqom tertinggi dalam thoriqot yakni mencapai tajalli.
Selain
cara itu, imam al-Ghozali mempunyai cara tersendiri dalam penguraiannya, namun
memiliki kemiripan dngan uraian diatas. Beliau menggunakan istilah Mukhlikat
dan Munjiyat sebagaimana dalam Kitab “Ihya’ Ulumuddin” Jus tiga dan empat,
yaitu perbatan- perbuatan yang membinasakn harus disingkirkan dan
perbuatan-perbuatan yang menyelematkan daa membawa manusia pada kebahagiaan
harus dijalankan. Lalu beliau memberikan suatu latihan brtingkat yang disebut
muqorobah dan muhasabah yadiri dari musyarrotoh, muroqobah,muhasabah, mujhadah
dan mua’tabah yang kahirnya tercapailah mukhasyafah serta tersingkapnya hijab
antara kholiq dan makhluk.[8]
Dengan
demikian, thariqah mempunyai hubungan substansial dan fungsional dengan
tasawuf. Thariqah pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada
Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang syeikh.
Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga yang mengumpul dan mengikat
sejumlah pengikut dengan aturan-aturan sebagaimana disebutkan diatas. Ajaran
tasawuf yang harus diamalkan dalam bimbingan seorang guru, itulah yang disebut
sebagai thariqah. Dengan kata lain dapat dirumuskan bahwa tasawuf adalah
seperangkat ilmu mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan thariqah adalah suatu
sistem untuk mendekatkan diri kepada Allah yang salah satu unsur pokoknya
adalah ilmu tasawuf.[9]
Karena ajaran pokok thariqah adalah tasawuf, atau sebagian dari tasawuf,
semakin jelas pula terlihat bahwa hubungan thariqah dan tasawuf adalah
“hubungan simbiosis” hubungan yang saling mengisi dan memerlukan.
2.4 Perkembangan Thariqah
2.4.1 Perkembangan Thariqah secara Luas
Dilihat dari sisi historisnya, kapan dan thariqah mana yang mula-mula
timbul sebagai lembaga, sulit diketahui karena tiadanya artifact sejarah yang
jelas.
Dari berbagai literature yang dirujuk (Hamka, Tasawuf-Perkembangan dan Pemurniannya,
Nurul Islam, Jakarta, 1987: hlm.102), nampaknya Thariqah Taifuriyah adalah thariqah
tertua. Thariqah ini berdiri pada abad ke IX di Persia yang mengembangkan tasawuf
Abu Yazid al-Busthami al-Taifuriyah. Perkembangan nyata keberadaan thariqah
adalah sekitar abad XII di dua daerah basis, yaitu di Khurasan (Persia) dan
Mesopotamia (Irak). Thariqah yang bermunculan di daerah Khurasan beraliran
tasawuf Abu Yazid, sedangkan thariqah yang berkembang di Mesopotamia berakar
pada tasawuf Junaid al-Baghdadi. Pada era abad XII itu, di Khurasan berdiri thariqah
Yasaviyah yang dipelopori oleh Ahmad al-Yasavi(w.1169) dan thariqah
Khawajaganiyah yang didirikan oleh abdul Kholiq al-Ghazdawani(1220).[10]
Thariqah Yasviyah melebarkan sayapnya ke kawasan
Turki dengan nama baru thariqah Bektashiyah diidentikan dengan nama pendirinya
Muhammad Atha’ bin Ibrahim Hajji Bektash (w.1335). Thariqah ini cukup popular
pada masa kekuasaan Sultan Murad I, karena thariqah itu memilikipasukan komando
sebagai kekuatan inti kerajaan Turki Osmani, yang disebut ”Jennisari”. Thariqah
Naqsyabandiyah adalah salah satu thariqah yang merupakan pengembangan dari thariqah
Khawajaganiyah yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin al-Naqsyaband al-Awisi
al-Bukhari (w.1335). dalam perkembangan selanjutnya thariqah ini menyebar ke
Turki, India, Indonesia dengan nama baru sesuai pendirinya di kawasan setempat.
Selain dari dua thariqah induk di atas, thariqah
yang tergolong rumpun Khurasan masih banyak lagi yang berpengaruh dalam dunia thariqah,
seperti thariqah Khalwatiyah yang didirikan oleh Umar al-Khawalti (w.1397). di
kawasan Mesir thariqah ini didirikan oleh Ibrahim Ghulseni (1534) yang kemudian
berganti nama thariqah Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad ibn abdul Karim
al-Sammani (w.1775).
Thariqah yang berasal dari rumpun Mesopotamia-Irak
ajarannya berakar dari tasawuf Abdul Qasim al-Junaidi yang (w. 910) atau
menganut paham tasawuf Abdul Qadir al-Jailani (w.1078). Thariqah Suhrawardiyah
yang dirintis oleh Abu Hafs as Suhrawardi (w.1234), thariqah Kubrawiyah yang
dipelopori Najamuddin Kubra (w.1221) cukup digemari di India dan Pakistan dan thariqah
Maulawiyah yang yang didirikan oleh Jalaludin ar-Rumi (w.1273) berkembang baik
di daerah Turki, adalah thariqah-thariqah besar yang mengacu pada tasawuf
al-Junaidi. Thariqah Qadriyah yang dibangun oleh Muhyidin Abdul qadir
al-Jailani di Irak, melebarkan ajaran tasawufnya melalui thariqah Shadziliyah
yang didirikan oleh Nuruddin as-Shadzili (w.1258) dan thariqah Rifaiyah yang
dirintis oleh Ahmad ibn Ali Ar-Rifa’I (w.1182). thariqah yang berasal dari
rumpun Qadiriyah, tersebar luas di hamper seluruh negeri Islam. Thariqah
Faridiyah yang mengilhami lahirnya thariqah Sanusiyah dan Idrisiyah di kawasan
Afrika Utara, adlah thariqah-thariqah yang termasuk rumpun Qadiriyah yang
berakar pada tasawuf Dzunan Nun Al-Mishri (w.860). thariqah Qadariyah masuk ke
kawasan India atas jasa Muhammad al0Ghawath dengan mendirikan thariqah Ghawatiya
sekitar tahun 1617.[11]
Penyebaran itu hanyalah dalam segi jumlah tetapi tidak menyentuh aspek
anutannya.
2.4.2 Thariqah
yang Berkembang di Indonesia
Sebagai bentuk tasawuf yang melembaga, thariqah ini merupakan kelanjutan
dari pengikut-pengikut sufi yang terdahulu. Perubahan tasawuf kedalam thariqah
sebagai lembaga dapat dilihat dari perseorangannya, yang kemudian menjadi thariqah
yang lengkap dengan symbol-simbol dan unsurnya sebagaimana disebutakan diatas.
Dari sekian banyak aliran thariqah
tersebut terdapat sekurang-kurangnya enam aliran thariqah yang berkembang di Indonesia,
yaitu thariqah Qadariyah, Rifaiyah, Nasqsyabanidiyah, Sammaniyah, Khalawatiyah,
dan Khalidiyah.
1. Thariqah Qadariyah
Thariqah Qadariyah didirikan
oleh Syeikh Abdul Qadir Jaelani (1077-1166) dan ia sering pula disebut
al-Jilli. Thariqah ini banyak tersebar di dunia Timur, Tiongkok, sampai pulau
Jawa. Pengaruh thariqah ini cukup banyak meresap di hati masyarakat yang
dituturkan lewat bacaan manaqib pada acara-acara tertentu. Naskah asli manaqib
ditulis dalam bahasa Arab. Berisi riwayat hidup dan penaglaman sufi abdul Qadir
Jaelani sebanyak 40 episode. Manaqib ini dibaca denagn tujuan agar mendapatkan
berkah dengan sebab keramatnya.
2. Thariqah Rifa’iyah
Thariqah Rifa’iyah didirikan oleh
syaik Rifa’i. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Ali bin abbas. Meninggal di Umm
Abidah pada tanggal 22 Jumadil Awal tahun 578 H. Bertepatan dengan tanggal 23
September tahun 1106M. Dan ada pula yang mengatakan bahwa ia meninggal pada
bulan Rajab tahun512 H. Bertepatan dengan bulan November tahun 1118 M. Di
Qaryah Hasan. Thariqah ini banyak tersebar di daerah Aceh, Jawa, Sumatera
Baret, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya.
3. Thariqah Naqsyabandi
Adapun thariqah Naqsyabandi
didirikan oleh Muhammad bin Bhauddin al-Uwaisi al-Bukhari (727-791 H). Ia biasa
di sebut Naqsyabandi diambil dari kata nasqyaban yang berarti lukisan, karena
ia ahli dalam memberikan lukisan tentang yang gaib-gaib.
Thariqah ini banyak tersebar
di Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Ke daerah Sumatera Barat, tepatnya daerah
minangkabau, thariqah ini dibawa oleh Syaikh Ismail al-Khalidi al-Kurdi,
sehingga dikenal dengan sebutan Thariqah Nasqsyabandiah al-Khalidiyah. Amalan thariqah
ini tidak banyak dijelaskan ciri-cirinya.
4. Thariqah
Tsamaniyah
Thariqah Samaniyah didirikan
oleh Yaikh Saman yang meninggal dalam tahun 1720 di Madinah. Thariqah ini
banyak tersebar luas di Aceh, dan di Palembang dan daerah lainnya di Sumatera.
Di Jakarta thariqah ini juga sangat besar pengaruhnya, terutama di daerah pinggiran
kota, di daerah Palembang orang banyak yang membaca riwayat Syaikh Saman
sebagai tawassul untuk mendapatkan berkah.
5. Thariqah
Khalwatiyah
Thariqah khalwatiyah didirikan
oleh Zahiruddin (w. 1397 M) di Khurasan dan merupakan cabang dari thariqah
Suharawadi yang didirikan oleh Abdul Qadir Shurawardi yang meninggal tahun 1168
M. Thariqah Khalawatiyah ini mula-mula tersiar di Banten oleh Syaikh Yusuf
Al-Khalawati al-Makasari pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Thariqah ini banyak
pengikutnya di Indonesia, dimungkinkan karena suluk dari thariqah ini sangat
sederhana dalam pelaksanaannya. Untuk membawa jiwa dari tingkat yang rendah ke
tingkat yang lebih tinggi melalui tujuh tingkat, yaitu peningkatan dari nafsu
amarah, lawwamah, mulhamah, muthmainnah, radhiyah, mardiyah dan nafsu kamilah.
6. Thariqah Khalidiyah
Thariqah Khalidiyah adalah
salah satu cabang dari thariqah Nasqyabandiyah di Turki, yang berdiri pada abad
XIX. Pokok-pokok thariqah Khalidiyah dinbangun oleh Syaikh Sulaiman Zuhdi
al-Khalidi. Thariqah in berisi tentang abad dan Zikir, tawassul dalam thariqah,
adab suluk, tentang saik dan mawamnya , tentang ribath dan beberapa fatwa
pendek dari Syaikh Sulaiman al-Zuhdi al-Khalidi mengenai beberapa persoalan
yang diterima dari bermacam-macam daerah.
Thariqah ini banyak berkembang
di Indonesia dan mempunyai Syaikh Khalifah dan Mursyid yang diketahui dari
beberapa surat yang berasal dari Banjarmasin dan daerah-daerah lain yang dimuat
dalam kitab kecil yang berisi fatwa Sulaiman az-Zuhdi Al-Khalidi.Perkembangan thariqah
di Indonesia
KESIMPULAN
Thariqah adalah suatu cara atau jalan yang
ditempuh oleh para ahli tasawuf atau kaum mutashawwifin untuk mencapai tujuan,
dapat lebih dekat dengan Allah SWT.
Dalam tharikat samasekali tidak ada tujuan negatif
yang terselip di dalamnya sehingga dapat menggelincirkan umat islam jatuh
kedalam kesesatan. Sebagaimana yang sering dituduhkan oleh beberapa orang yang
belum mengetahui tentang ilmu tharikat. Mereka dengan tergesa-gesa mengeluarkan
prasangka buruk terhadap para ulama-ulama ahli tharikat. Mereka mengatakan
bahwa para ulama tersebut sebagai orang yang mengajarkan ajaran atau amalan
menyerupai ibadah yang tidak pernah dijumpai tuntunannya, baik dari Allah
maupun dari Rasul-Nya.
Apa yang dituduhkan mereka itu justru terbalik
dengan kenyataan yang ada. Para ulama ahli tharikat yang telah mengajarkan
amalan-amalan baik tersebut samasekali tidak bertentangan dengan ajaran Allah
dan Rasul-Nya. Mereka para ulama, guru, dan syekh sama mengajarkan amalan
tharikat senentiasa bersumber dari ajaran al-Quran dan al-Hadist yang diterima
secara ittishal sampai kepada nabi sendiri. Bahkan apa yang hendah dicapai oleh
ajaran tharikat telah jelas sekali yakni mengerjakan syari’at dengan jalan yang
teratur sesuai dengan keadaan yang semestinya agar memperoleh tujuan hakikat
hidup yang sebenar-benarnya.
Jadi dengan berkembangnya thariqah di seluruh
dunia ini khususnya di Indonesia maka kita sebagai umat islam tidaklah
sepantasnya berperasangka buruk pada ahli tharikat karena sebenarnya tujuan
utama mereka adalah untuk mendekatkan diri kepada sang ilahi, walaupun dengan
cara yang berbeda-beda dan kita patut untuk menghargai cara-cara mereka, tapi
tetap pada jalur atau aturan al-Quran dan hadist.
DAFTAR PUSTAKA
- Solihin,M.Ag dan Anwar S.Ag, Rosyid M.Ag.2005.Akhlaq Tasawuf. Nuansa Press:Bandung
- Sigerar, Prof.H.A.Rivay.2002.Tasawuf di Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme.PT. Raja Garfindo Persada:Jakarta
- Nata M.A, Prof.Dr.H.Abuddin.1996.Akhlaq Tasawuf. PT. Raja Garfindo Persada:Jakarta
- Moh.Saifullah Al Aziz Senali.2000.Tasawuf dan Jalan Hidup Para Wali.Putra Pelajar Press:Gresik
[1]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf.(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), hlm.269.
[2]A.Rivay
Siregar, Tasawuf: dari Sufisme Klasik ke
Neo-Sufisme.( Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.263.
[3]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf.(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), hlm.270.
[4]
Moh.Saifulloh Al aziz Senali, Tashawuf
Dan jalan Hidup para Wali. (Gresik: Putra Pelajar,2000),hlm.32.
[5]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf.(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), hlm.270-271.
[6]
A.Rivay Siregar, Tasawuf: dari Sufisme
Klasik ke Neo-Sufisme.( Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.264.
[7]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf.(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), hlm. 271.
[8]
Moh.Saifulloh Al aziz Senali, Tashawuf
Dan jalan Hidup para Wali. (Gresik: Putra Pelajar,2000),hlm.33-34.
[9]
Ibid.:265
[10]
A.Rivay Siregar, Tasawuf: dari Sufisme
Klasik ke Neo-Sufisme.( Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.266-267.
[11]
Ibid.:hlm 268
2 komentar:
makasih mas makalah nya!!! izin copas........
izin copy ea
Posting Komentar