A.
Kondisi
Perekonomian Indonesia Pada Saat Ini
Pada
satu pihak, kondisi Indonesia sekarang dapat digambarkan sebagai suatu negara
yang sudah merdeka selama 65 tahun, dan telah mencapai beberapa keberhasilan,
seperti sistem pemerintahan yang lebih demokratis dimana partai politik sudah
bebas dari kontrol pemerintah. Disamping
itu, kesempatan memperoleh pendidikan lebih merata dan kesejahteraan masyarakat
lebih baik seperti yang terlihat dari income
per capita yang lebih tinggi.
Di lain
pihak, banyak indikasi tentang terjadinya kemunduran dalam berbagai bidang,
seperti, kemiskinan dan kesenjangan sosial yang semakin parah, mutu pendidikan
yang merosot, korupsi yang masih merajalela meskipun upaya pemberantasan
korupsi sudah berhasil menyeret sejumlah pejabat pemerintah pusat dan daerah ke
pengadilan. Disamping itu, telah terjadi kerusakan lingkungan hidup yang cukup
parah, dan sebagai akibatnya telah terjadi banyak bencana seperti banjir, tanah
longsor, kekeringan dan kebakaran hutan. Ketenangan masyarakat terganggu karena
banyak terjadi tindakan kejahatan, unjuk rasa yang sering diikuti oleh tindakan
anarkhis. Keadaan ini bertambah parah karena di berbagai daerah masih sering
muncul protes dan demonstrasi yang menuntut pemekaran daerah dan malahan ada
indikasi bahwa semangat nasionalisme menjadi pudar.
Kalau
disimak lebih cermat, disamping telah terjadi perubahan yang mudah terdeteksi, ada beberapa perubahan yang sulit
diketahui (intangible) misalnya, ada
gejala kemerosotan moral, integritas dan kejujuran di kalangan pejabat publik.
Banyak pejabat yang memberi janji-janji
kepada rakyat tanpa merasa harus memenuhi janji tersebut. Dengan perkataan
lain, ada gejala ketidak sinkronan antara perkataan dan perbuatan; antara
laporan (pertanggung jawaban) dengan fakta yang sebenarnya; adanya sikap yang
sangat mementingkan pertanggung jawaban formal (rule driven) dari pada mengungkapkan kebenaran materiil. Tulisan
ini membahas integritas sektor publik, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya,
apa implikasi dan dampaknya terhadap masyarakat, serta apa upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah integritas tersebut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku sektor publik adalah pola pikir yang
dominan dalam masyarakat terutama dikalangan elite adalah pola pikir yang
linear, dari atas ke bawah, hanya mementingkan perencanaan, implementasi,
dan output. Tidak ada evaluasi
terhadap kegiatan atau program pemerintah, sehingga tidak ada mekanisme umpan balik yang
sistematis. Dengan perkataan lain, tidak adanya mekanisme siklus administrasi
publik yang efektif menyebabkan terhambatnya pembelajaran yang berbasis
pengalaman.
B. Kondisi Tenaga Kerja
Sebagian besar penduduk di
negara-negara berkembang berada dalam keadaan yang ditandai dengan “kemiskinan
massal”. Pertumbuhan penduduk yang dialami oleh negara-negara berkembang sangat
cepat laju pertumbuhannya. Sehingga hal tersebut merupakan faktor dinamika yang
paling penting, sebab faktor penduduk mempengaruhi serta menentukan arah
perkembangan suatu negara di masa yang akan datang. Pertumbuhan penduduk
merupakan masalah pokok dalam pembangunan ekonomi. Pengaruh pertambahan
penduduk ini terlihat pada pengadaan kebutuhan-kebutuhan pokok secara total
harus ditambah terutama pengadaan pangan dan mengakibatkan naiknya angkatan
kerja.
Apabila jumlah
penduduk tumbuh sama cepat dengan pendapatan nasional, maka pendapatan per
kapita tidak bertambah. Salah satu implikasi yang menonjol dalam masalah
pertumbuhan penduduk di negara – negara berkembang yaitu angkatan kerja
produktif harus menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anggota
keluarga secara proporsional jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan yang ada di negara – negara maju. Artinya, negara – negara berkembang
tidak hanya dibebani oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi tetapi juga
angkatan kerjanya harus menaggung beban ketergantungan yang lebih berat.
Bagi
negara-negara berkembang pada umumnya mengalami ledakan angkatan kerja, namun
gelombang pekerja yang belum ada tarafnya sekarang sedang memasuki pasaran
kerja, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan lowongan kerja yang baru. Sehingga
pengangguran di kota-kota dan di desa-desa semakin meningkat terus.
Pengangguran yang terjadi di negara-negara berkembang disebabkan oleh banyaknya
penduduk usia produktif yang kurang memiliki keahlian dalam bekerja dengan
didukung oleh sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia.
Sebagiian besar
penduduk di negara-negara berkembang bekerja di daerah pedesaan. Lebih dari 65%
penduduknya tinggal secara permanen bahkan turun-temurun. Demikian pula sekitar
58% angkatan kerja di negara-negara berkembang mencari nafkah di sektor
pertanian yang menyumbang GNI sebesar 14%.
C.
Solusi Untuk Mengatasi Masalah Kondisi Tenaga Kerja
Pertambahan penduduk yang pesat
tidak selalu merupakan penghambat jalannya pembangunan ekonomi, asal saja
penduduk tersebut mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan
menghisap hasil produksi yang dihasilkan. Keberhasilan usaha pembangunan
ekonomi dalam suatu negara dipengaruhi dan ditentukan oleh banyak faktor, salah
satunya yaitu faktor tenaga kerja.
Peranan tenaga
kerja dalam pembangunan ditentukan oleh jumlah dan mutu tenaga kerja yang
tersedia sebagai pelaksana berbagai usaha di lapangan pekerjaan yang tersedia.
Tenaga kerja di negara – negara berkembang yang banyak bekerja di sektor
pertanian dapat disalurkan pada sektor industri yang mampu menyerap relatif
lebih banyak tenaga kerja, terutama yang bersifat padat karya. Jumlah penawaran
tenaga kerja di negara – negara berkembang yang tinggi disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk yang pesat dapat dimanfaatkan dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan oleh pemerintah. Pelatihan-pelatihan yang diberikan
tersebut bertujuan untuk memberdayakan tenaga kerja yang berlebih agar
sumber-sumber alam yang melimpah dan belum diolah secara maksimal menghasilkan
sesuatu yang dapat menaikkan angka pertumbuhan ekonomi.
Jumlah penduduk
yang banyak atau khususnya tenaga kerja yang menganggur, tidak selalu menjadi
bahaya stagnasi dalam pembangunan. Tenaga kerja yang kurang produktif terutama
yang terpaksa menganggur dapat dimanfaatkan dengan menciptakan lapangan kerja,
yang direalisasikan melalui berbagai proyek pekerjaan umum. Sehingga penciptaan
lapangan pekerjaan merupakan salah satu tujuan dari pembangunan.
Pembangunan
ekonomi harus dibarengi dengan pembangunan dalam pendidikan yang dapat
meningkatkan kualitas tenaga kerja. Salah satu peningkatan pendidikan terhadap
tenaga-tenaga kerja di negara-negara berkembang, yaitu dengan melakukan inovasi
pendidikan dalam semua aspek. Hal ini dikarenakan untuk mengisi lapangan kerja
yang tersedia diperlukan tenaga kerja yang memiliki kecakapan dan keterampilan
yang sesuai dengan keperluan pembangunan.
D.
Dampak Pengangguran Terhadap Pembagunan Nasional/Ekonomi Masyarakat
Dampak
Pengangguran Terhadap Pembangunan Nasional
Pengangguran merupakan masalah
pokok dalam suatu masyarakat modern. Jika tingkat pengangguran tinggi, sumber
daya menjadi terbuang percuma dan tingkat pendapatan masyarakat akan merosot.
Situasi ini menimbulkan kelesuan ekonomi yang berpengaruh pula pada emosi
masyarakat dan kehidupan keluarga sehari-hari.
Pengangguran
berdampak besar terhadap pembangunan nasional. Dampak pengangguran terhadap
pembangunan nasional dapat dilihat melalui hubungan antara pengangguran dan
indikator-indikator berikut ini:
a. Pendapatan Nasional dan Pendapatan per Kapita
Upah merupakan
salah satu komponen dalam penghitungan pendapatan nasional. Apabila tingkat
pengangguran semakin tinggi, maka nilai komponen upah akan semakin kecil.
Dengan demikian, nilai pendapatan nasional pun akan semakin kecil.
Pendapatan per kapita adalah pendapatan nasional dibagi jundah penduduk. Oleh karna itu, nilai pendapatan nasional yang semakin kecil akibat pengangguran akan menurunkan nilai pendapatan per kapita.
Pendapatan per kapita adalah pendapatan nasional dibagi jundah penduduk. Oleh karna itu, nilai pendapatan nasional yang semakin kecil akibat pengangguran akan menurunkan nilai pendapatan per kapita.
b. Penerimaan Negara
Salah satu
sumber penerimaan negara adalah pajak, khususnya pajak penghasilan. Pajak
penghasilan diwajibkan bagi orang-orang yang memiliki pekerjaan. Apabila
tingkat pengangguran meningkat, maka jumlah orang yang membayar pajak
penghasilan berkurang. Akibatnya penerimaan negara pun berkurang.
c. Beban Psikologis
Semakin lama
seseorang menganggur, semakin besar beban psikologis yang harus ditanggung.
Secara psikologis, orang yang menganggur mempunyai perasaan tertekan, sehingga
berpengaruh terhadap berbagai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dampak
psikologis ini mempunyai efek domino di mana secara sosial, orang menganggur
akan merasa minder karena status sosial yang tidak atau belum jelas.
d. Biaya Sosial
Dengan semakin
besarnya jumlah penganggur, semakin besar pula biaya sosial yang harus
dikeluarkan. Biaya sosial itu mencakup biaya atas peningkatan tugas-tugas
medis, biaya keamanan, dan biaya proses peradilan sebagai akibat meningkatnya
tindak kejahatan.’
Dampak
Pengangguran Terhadap Ekonomi Masyarakat
Tingginya tingkat pengangguran
dalam sebuah perekonomian akan mengakibatkan kelesuan ekonomi dan merosotnya
tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai akibat penurunan pendapatan
masyarakat. Dampak pengangguran terhadap ekonomi masyarakat meliputi hal-hal
berikut ini:
a.
Pendapatan per kapita
Orang yang
menganggur berarti tidak memiliki penghasilan sehingga hidupnya akan membebani
orang lain yang bekerja. Dampaknya adalah terjadinya penurunan pendapatan
per-kapita. Dengan kata lain, bila tingkat pengangguran tinggi maka pendapatan
per kapita akan menurun dan sebaliknya bila tingkat pengangguran rendah
pendapatan per kapita akan meningkat, dengan catatan pendapatan mereka yang
masih bekerja tetap.
b.
Pendapatan Negara
Orang yang
bekerja mendapatkan balas jasa berupa upah/gaji, Upah/gaji tersebut sebelum
sampai di tangan penerima dipotong pajak penghasilan terlebih dahulu. Pajak ini
merupakan salah satu sumber pendapatan negara sehingga bila tidak banyak orang
yang bekerja maka pendapatan negara dari pemasukan pajak penghasilan cenderung
berkurang.
c.
Beban Psikologis
Semakin lama
seseorang menganggur semakin besar beban psikologis yang ditanggungnya. Orang
yang memiliki pekerjaan berarti ia memiliki status sosial di tengah-tengah
masyarakat. Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dalam jangka waktu lama
akan merasa rendah diri (minder) karena statusnya yang tidak jelas.
d.
Munculnya Biaya Sosial
Tingginya
tingkat pengangguran akan menimbulkan pengeluaran berupa biaya-biaya sosial
seperti biaya pengadaan penyuluhan, biaya pelatihan, dan biaya keamanan sebagai
akibat kecenderungan meningkatnya tindak kriminalitas.
E.
Solusi Masalah Pengangguran
Sebagai solusi pengangguran,
berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh sebagai berikut. Setiap
penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya
produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi
semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan
pengangguran menjadi komitmen nasional.
Untuk itu
diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan
makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan
makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi
dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal
(Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal
itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan pengangguran.
Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada
komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.
Kebijakan Mikro
Selalin itu, ada juga kebijakan
mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam beberapa poin. Pertama,
pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa
setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak
menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap
pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan
kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun
masyarakat luas.
Kepribadian
yang matang, dinamis dan kreatif memiliki tujuan dan visi yang jauh ke depan,
berani mengambil tantangan serta mempunyai mindset yang benar. Itu merupakan
tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan informasi yang sangat
kompetitif dewasa ini dan di masa-masa mendatang.
Perlu diyakini
oleh setiap orang, kesuksesan yang hakiki berawal dari sikap mental kita untuk
berani berpikir dan bertindak secara nyata, tulus, jujur matang, sepenuh hati,
profesional dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat diimplementasikan
menjadi gerakan nasional melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang
kompeten.
Kedua, segera
melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil
sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini
akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun
tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan
(finansial).
Ketiga, segera
membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Hal itu
dapat dilakukan serentak dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan
embrio mengubah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan
Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya.
Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat
dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan
lembaga itu dapat disusun dengan baik.
Keempat, segera
menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang
menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok.
Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang
pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Kelima,
mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah
perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang
tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan
kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang.
Sampah sebagai
bahan baku pupuk organik dapat diolah untuk menciptakan lapangan kerja dan
pupuk organik itu dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah tandus yang
berdekatan untuk meningkatkan produksi lahan. Semuanya mempunyai nilai ekonomis
tinggi dan akan menciptakan lapangan kerja.
Keenam,
mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat
disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional
sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan
lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat
keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga
itu dapat di bawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerja sama
tergantung kondisinya.
Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
Bagi pemerintah
Daerah yang memiliki lahan cukup, gedung, perbankan, keuangan dan aset lainnya
yang memadai dapat membangun Badan Usaha Milik Daerah Pengerahan Jasa Tenaga
Kerja Indonesia ke luar negeri (BUMD-PJTKI). Tentunya badan itu diperlengkapi
dengan lembaga pelatihan (Training Center) yang kompeten untuk jenis-jenis
keterampilan tertentu yang sangat banyak peluang di negara lain. Di samping
itu, perlu dibuat peraturan tersendiri tentang pengiriman TKI ke luar negeri
seperti di Filipina.
Kedelapan,
segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional
(Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas
pendidikan. Karena itu, Sisdiknas perlu reorientasi supaya dapat mencapai
tujuan pendidikan secara optimal.
Kesembilan,
upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan
hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan
perusahaan, penurunan produktivitas, penurunan permintaan produksi industri
tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan
lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah
jumlah penganggur.
Pihak-pihak
yang terlibat sangat banyak dan kompleks sehingga hal itu perlu dicegah dengan
berbagai cara terutama penyempurnaan berbagai kebijakan.
Kesepuluh,
segera mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa
lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi
kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan
kerja yang produktif dan remuneratif.
Hal-hal yang
paling sedikit yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi
para penggemar sesuai pendidikannya, keterampilannya, umurnya penganggur
terbuka atau setengah penganggur, atau orang yang baru masuk ke pasar kerja,
dan sebagainya. Diharapkan ke depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah
(reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi
pengangguran.
F.
Besarnya Angka Jumlah Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan merupakan salah satu dari sekian masalah yang dihadapi
oleh negara kita. Masih banyaknya penduduk miskin merupakan tugas bersama untuk
mengentasnya. Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari
Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
a. Ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
b. Tidak adanya akses
terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air
bersih dan transportasi).
c. Tidak adanya jaminan
masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
d. Kerentanan terhadap
goncangan yang bersifat individual maupun massa.
e. Rendahnya kualitas
sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
f. Kurangnya apresiasi
dalam kegiatan sosial masyarakat.
g. Tidak adanya akses dalam
lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
h. Ketidakmampuan untuk
berusaha karena cacat fisik maupun mental.
i.
Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial
(anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marginal dan terpencil).
G.
Kebijakan dan Program Penuntaasan
Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah
dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama
kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan
bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan
tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi
kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional
Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan
melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar
60 % pemerintah kabupaten/kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan
Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)
sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong
gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan
antara lain sebagai berikut:
a.
Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i)
penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama
daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan
dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada
daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi
Khusus (DAK) .
b.
Perluasan kesempatan kerja dan berusaha
dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan
keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c.
Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk
miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan
program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii)
jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan
rumah sakit kelas tiga.
H. Masalah di Sektor Pertanian
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang
sangat luas sehingga mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah pada
sektor pertanian. Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial
dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
nasional. Akan tetapi banyaki hambatan dalam menggerakkan dayan di sector
pertanian..
Tantangan
perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu
bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia
sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada
235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk
yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga
arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan
rakyatnya.
Seiring dengan
transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai
permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam
meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian
di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat
dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan
lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat
juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis
semakin berkurang.
Selain
berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per
hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah
karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk
dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis
yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El
Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air
yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan
permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin
saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang
dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama
karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh
Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan
struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan
terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga
kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen
(BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05
persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari
1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan
pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi,
perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa
pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor
pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang
bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor
keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga
menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas
tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan
permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita
mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
I. Pemecahan
Masalah di Sektor Pertanian
Strategi pertama adalah melakukan
revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan
baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat
Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan
sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan
produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah
insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian.
Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang
akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.
Strategi kedua
adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain
yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga
merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan,
hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan,
pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di
sektor ini.
Struktur
perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang
dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan
bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan
pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita
mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk
struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan
yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita
dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah
dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia
sampai saat sekarang ini.
J. Korupsi
Betapa terperanjatnya kita
saat Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan bahwa korupsi di Peradilan
Indonesia adalah salah satu yang terburuk di dunia, sementara berdasarkan Survei
Political and Economic Risk Consultancy (PERC) dari 1.400 usahawan asing
terhadap 13 negara Asia menunjukkan Indonesia menempati urutan ketiga sebagai
negara yang paling korupsi dalam aktivitas ekonominya setelah Filipina dan
Thailand. Penggalan-penggalan pertanyaan di awal alinea tulisan ini tentulah
menggelitik hati kita untuk menjawabnya, karena masalah korupsi kini telah
mengurangi kebanggaan Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan keanekaragaman
suku, agama, budaya dan keindahan alam serta cerita sejarah dengan berbagai
prestasi yang telah ditoreh di waktu lalu. Pada hakekatnya, korupsi adalah
œbenalu sosial yang
merusak struktur pemerintahan dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya
pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Menurut Onghokham ada dua dimensi
dimana korupsi bekerja.
Pertama
terjadi di tingkat atas, dimana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi
pemerintahan dan mencakup nilai uang yang cukup besar. Para diktator di Amerika
Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan dollar dari
sumber alam dan bantuan luar negeri.
Kedua,
korupsi yang umumnya terjadi di kalangan menengah dan bawah yang biasanya
bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat atau orang banyak. Misalnya
adalah proses perizinan yang berbelit-belit atau banyaknya pungutan liar pada
bidang-bidang pelayanan public.
Di
atas telah disebutkan bahwa korupsi dapat merusak struktur pemerintahan dan
menghambat pembangunan karena dampak yang ditimbulkan adalah terganggunya :
a.
Tata
ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan,
gangguan penanaman modal.
b.
Tata
sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan social.
c.
Tata
politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri,
hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
d.
Tata
administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya
keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan, kebijaksanaan
pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Yang mana secara umum akan
merugikan negara dan merusak sendi sendi kebersamaan serta memperlambat
tercapainya tujuan nasional sehingga berdampak pada menurunkan kesejahteraan
penduduk.
K.
Solusi Untuk Pmeberantasan Korupsi
Dalam konsep modern,
korupsi didefinisikan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara bagi
pelayanan kepentingan umum atau pemakaian dana pemerintah untuk kepentingan
pribadi atau perorangan, termasuk pula didalamnya praktek kolusi dan nepotisme
antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan
istimewa. Walau pada prakteknya, perbuatan korupsi seperti suap atau sogok,
kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.
Korupsi juga dimulai dengan semakin mendesaknya usahausaha pembangunan yang
diinginkan, sedangkan proses birokrasi relatif lambat, sehingga setiap orang
atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan
dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung
terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat.
Dan kondisi ini akan memperlambat jalannya pembangunan Nasional karena
keputusan-keputusan penting diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
pribadi tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya bagi public.
Memberantas
korupsi bukanlah tujuan akhir, tapi untuk mencapai tujuan terciptanya tata
kelola pemerintahan yang lebih efektif, adil dan efisien. Hal inipun sudah
menjadi perhatian serius para pimpinan negara ini terbukti dengan ditetapkan
Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang kemudian diubah dengan UU No. 20 tahun 2001. Lalu berdasarkan UU tersebut
disahkan pula UU No. 30 tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang kemudian dalam pasal 53 disebutkan tentang adanya Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi. (Putusan MK No. 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19
Desember 2006 memberikan waktu tiga tahun untuk membentuk UU Pengadilan
Tipikor) Memang, korupsi sudah ada sejak manusia ada dan oleh karena itu
tidaklah mungkin menghilangkan korupsi sampai ke akar-akarnya. Namun, langkah
yang dirasa cukup relevan adalah dengan membatasi praktik-praktik korupsi
sampai ke tingkat yang dapat diterima karena akses perbuatan korupsi merupakan
bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat
itu sendiri. Untuk itu, diperlukan komitmen dan kesungguhan untuk menyelesaikan
masalah korupsi yang terjadi dan mencari upaya yang efektif dalam pemecahannya.
Berikut, penulis mencoba ajukan beberapa solusi yang dirangkum dari berbagai
sumber, sebagai bahan pemikiran untuk mengambil langkah-langkah preventif
maupun represif.
a.
Perbaikan
System:
- Perbaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal karet yang digunakan koruptor untuk melepaskan diri.
- Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan sebab “Power Tends to Corrupt�.
- Perbaikan cara kerja pemerintahan menjadi simple dan efisien (Reformasi Birokrasi).
- Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikian pribadi serta memberikan aturan yang tegas dalam penggunaan fasilitas negara baik untuk kepentingan umum maupun pribadi.
- Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi secara tegas.
- Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
- Mengoptimalkan pemanfatan IT guna memperkecil Human Error.
b.
Perbaikan Sumber Daya Manusia:
- Memperbaiki moral manusia melalui pendekatan agama dan menyatakan dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela serta mengajak masyarakat untuk menjauhi perbuatan korupsi dan menumbuhkan keberanian untuk melawan korupsi.
- Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kehormatan pejabat dan pegawai bukanlah karena mereka kaya dan melimpah tapi karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan Negara.
- Menumbuhkan “Sense of Belongingness� di kalangan pejabat dan pegawai atas instansi / perusahaan tempatnya bekerja dan tidak perlu melakukan korupsi namun selalu berusaha “Doing The Best�.
- Meningkatkan kesadaran hukum dengan sosialisasi dan pendidikan anti korupsi.
- Mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan kesejahteraan.
- Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang memiliki kepedulian, cepat tanggap serta dapat menjadi tauladan.
c.
Mengusahakan perbaikan gaji sebagai paket tindakan
menyeluruh dalam rangka reformasi birokrasi pemerintahan, yang tidak hanya
menaikkan gaji yang cukup dan insentif yang menarik tetapi juga Menerapkan
syarat kemampuan dalam mengangkat dan menaikkan pangkat pegawai negeri,
mengganti pegawai yang korup dan mengadakan pelatihan yang tepat agar pejabat
dan pegawai saling menegakkan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak
terpengaruh oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenang.
d.
Menegakkan hukum dengan lebih tegas secara menyeluruh (tidak
dalam isolasi tertentu) guna menimbulkan efek jera. Senada dengan pendapat
Marmosudjono (Kompas, 1989) dalam menanggulangi korupsi, diperlukan juga sanksi
malu bagi koruptor yaitu dengan cara menayangkan wajah para koruptor di
televisi sambil mengenakan pakaian khusus.
e.
Melakukan
Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.
Kesimpulan
Diera
globalisasi ini banyak sekali tantangan-tantangan yang dihdapi bangsa
Indonesia, diantaranya adalah masalah penduduk miskin yang terus bertambah
setip tahunnya. Begitu juga dengan masalah pengangguran yang tak kunjung usai.
Sektor pertanian yang menjadi sumber pangan dan matapencaharian warga negara
Indonesia juga tak hentinya terkena msalah. Korupsi yang merajalela melanda
negeri ini. Apabila tak segera ditangani dengan kebiajakan dan system yang mampu
menyelesaikan sampai tuntas maka sangat fatal akibatnya.
Dari bebrapa sekelumit masalh di atas tentu ada
penanggulangannya dengan cara bekerja sama dengan baik menjalankan program
pemerintah tentang kiebijakan pengentasan kemiskinan dan mengembangkan sector
pertanian. Memberdayakan sumber daya manusia untuk menekan angka pengangguran. Memilih
pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang memiliki
kepedulian, cepat tanggap serta dapat menjadi tauladan.
DAFTAR PUSTAKA
Djamin, Zulkarnain. “ Perekonomian Indonesia”, Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993
_______________,. “ Pembangunan Ekonomi Indonesia Sejak Repelita
Pertama”, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1993
Tjiptoherijanto,
Prijono. “Prospek Perekonomian Indonesia
Dalam Rangka Globalisasi”, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997
Basri, Faisal. “ Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI”,
Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995
Harinowo, Cyrillus.
“Perekonomian Indonesia”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005
0 komentar:
Posting Komentar